Tidak Sekedar Indah: Optimalisasi Area Hijau Magelang Untuk Ekonomi Kota

Friday 12th of September 2025 12:00:00 AM

Oleh: Viki Ma'aliya  (SMP N 5 Kota Magelang)


Kota Magelang adalah sebuah kota kecil di Jawa Tengah yang luas wilayahnya hanya sekitar 18,56 km². Meskipun kecil, jumlah penduduknya cukup banyak, yaitu sekitar 128.590 jiwa berdasarkan data Katadata/BPS pertengahan tahun 2024. Dalam dokumen RPJMD Kota Magelang 2021–2026, pemerintah daerah telah menetapkan target ruang terbuka hijau (RTH) publik seluas 371 hektare dan RTH privat seluas 185 hektare. RTH memegang peran penting dalam kehidupan masyarakat. Dari sisi ekologi, RTH membantu menyegarkan udara, mengurangi polusi, serta menjaga keseimbangan lingkungan. Dari sisi sosial, RTH publik menjadi tempat masyarakat berkumpul, berolahraga, maupun mengadakan kegiatan bersama. Selain itu, RTH juga menambah estetika kota. Sementara itu, RTH privat lebih fleksibel karena selain untuk keindahan, sebenarnya juga bisa dimanfaatkan secara ekonomi.

 

Kota Magelang memiliki banyak lokasi yang termasuk dalam kategori RTH privat. Sayangnya, sebagian besar RTH privat baru berfungsi sebagai pemanis dan penambah keindahan saja. Nilai ekonominya masih jarang digali secara maksimal. Padahal, menurut Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 18 Tahun 2019, area-area tersebut bisa digunakan untuk berbagai pemanfaatan hijau yang lebih luas. Faktanya, masih sangat sedikit pemilik RTH privat yang menanam tanaman bernilai jual. Padahal, secara luas, RTH privat di Magelang sudah melampaui ambang minimal nasional (sekitar 10%). Dengan adanya fleksibilitas pengelolaan lahan, seharusnya Magelang mampu memaksimalkan RTH privat agar bukan hanya indah, tetapi juga memberi tambahan pendapatan. Salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah menanam tanaman bernilai jual, seperti lada.

 

Menurut Perwali No. 18 Tahun 2019, RTH privat meliputi pekarangan rumah tinggal, halaman perkantoran, halaman tempat usaha atau pertokoan, hingga taman atap pada bangunan privat seperti kantor maupun sekolah. Namun, pemanfaatan yang terjadi masih terbatas. Contohnya, beberapa sekolah di Magelang memang mengelola taman mereka dengan baik. Sayangnya, tanaman yang ditanam sebagian besar hanya berupa tanaman hias, bukan tanaman bernilai ekonomi. Hal serupa juga terlihat di halaman rumah, kantor, hingga atap gedung. Artinya, peluang untuk menghasilkan pendapatan tambahan dari RTH privat masih terbuka lebar. Untuk melihat gambaran nyata, kita bisa mencontoh Kota Denpasar. Sekitar 16% wilayah kota tersebut digunakan sebagai RTH privat, termasuk pekarangan, kebun, dan area pertanian tradisional. Menariknya, RTH di Denpasar tidak hanya menambah keindahan, tetapi juga mendukung pariwisata, sektor properti, dan pertanian lokal.

 

Magelang sebenarnya juga bisa meniru langkah ini. Dengan kondisi geografis dan iklim yang mendukung, pemanfaatan RTH privat tidak hanya menambah keindahan kota, tetapi juga mampu menggerakkan roda ekonomi. Magelang adalah bagian dari wilayah tropis Indonesia. Letaknya yang dikelilingi pegunungan membuat udara di kota ini lebih sejuk dibandingkan kota tropis lain. Kondisi tersebut sangat cocok untuk menanam lada. Tanaman lada tidak hanya memiliki nilai ekonomi tinggi, tetapi juga menambah keindahan. Daunnya rimbun, batangnya merambat, dan buahnya bernilai jual. Lada dapat dijual dalam bentuk bahan mentah atau diolah menjadi produk turunan.

 

Penelitian tahun 2016 mencatat bahwa RTH privat di Magelang baru mencapai 4,61% dari luas kota. Namun, jika dimanfaatkan untuk lada, perkiraan jumlah pohon yang bisa ditanam mencapai 118 ribu hingga 333 ribu pohon. Hasil panennya sekitar 118 hingga 370 ton, yang jika dihitung nilainya bisa menghasilkan Rp10,6 hingga Rp33,3 miliar setiap tahun (Balittro, 2018; Direktorat Jenderal Perkebunan, 2021). Jika RTH privat benar-benar dimanfaatkan, potensi ekonomi yang muncul sangat besar. Bayangkan jika Kota Magelang mampu meningkatkan pemanfaatan RTH hingga 30% dari luas wilayah. Jika 10% saja digunakan untuk budidaya lada, jumlah tanamannya bisa mencapai 139.200 pohon. Setiap pohon dapat menghasilkan 1 hingga 3 kilogram lada per tahun. Artinya, total panen bisa mencapai 257 hingga 802 ton. Dengan produksi sebesar itu, pendapatan yang diperoleh kota bisa mencapai Rp23 miliar hingga Rp72 miliar setiap tahun (AELI, 2024; Info Pangan Jakarta, 2024). Angka ini tentu sangat signifikan untuk sebuah kota kecil. Urban farming atau pertanian kota dapat menjadi solusi cerdas di tengah keterbatasan lahan. Pemerintah Kota Magelang sendiri sudah mendukung ide ini melalui pertanian vertikal, digitalisasi pertanian, hingga pembentukan komunitas tani sebagai strategi ketahanan pangan.

 

Beberapa manfaat urban farming antara lain:

1.      Memberikan kemudahan masyarakat memperoleh sayur dan buah segar di perkotaan.

2.      Membantu keluarga mengurangi pengeluaran kebutuhan pangan.

3.      Menumbuhkan kesadaran pentingnya mengonsumsi dan mendukung produk pangan lokal (FORDEBI, 2025).

 

Urban farming bisa dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari menanam buah, sayur, hingga tanaman rempah. Sistem pertanian vertikal juga membuat lahan yang sempit bisa digunakan lebih efisien. Selain produktif, pertanian kota juga bisa memperindah kawasan sehingga kota menjadi lebih nyaman dan menarik. Walaupun potensinya besar, kenyataannya pemanfaatan RTH privat di Magelang untuk tanaman produktif masih rendah. Padahal, menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, target ideal RTH privat adalah 10% dari total 30% RTH wilayah kota. Hidayat dan Pradana (2020) menegaskan bahwa pengembangan RTH tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, tetapi juga perlu peran aktif seluruh warga. Artinya, pemilik rumah, sekolah, kantor, maupun tempat usaha seharusnya ikut berkontribusi menanam tanaman bernilai ekonomi.

 

Selain Denpasar, Kota Depok juga bisa menjadi inspirasi. Di sana, komunitas pecinta lingkungan berperan aktif dalam pemanfaatan RTH. Mereka tidak hanya menanam pohon untuk meningkatkan kualitas udara, tetapi juga memantau kebijakan pemerintah. Komunitas lingkungan di Depok bahkan mendorong pemerintah untuk menyediakan RTH sesuai aturan hukum (Rofi dkk., 2022). Model ini bisa diterapkan di Magelang. Dengan adanya komunitas peduli lingkungan yang aktif, kerja sama antara pemerintah dan warga akan semakin kuat, sehingga RTH privat dapat benar-benar berfungsi ganda: untuk keindahan sekaligus ekonomi.



Kota Magelang sebenarnya memiliki potensi besar untuk memanfaatkan ruang terbuka hijau privat. Selain menjaga fungsi ekologi dan sosial, RTH privat juga bisa menjadi sumber ekonomi baru. Dengan kondisi iklim tropis dan lahan yang mendukung, tanaman lada dapat dijadikan komoditas unggulan. Jika dimanfaatkan optimal, ratusan ton lada bisa dipanen setiap tahun dan memberi keuntungan hingga Rp72 miliar. Urban farming juga bisa menjadi solusi praktis di tengah keterbatasan lahan. Namun, keberhasilan program ini hanya bisa tercapai jika ada kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan komunitas peduli lingkungan. Dengan semangat gotong royong, Magelang tidak hanya bisa menjadi kota yang lebih hijau, tetapi juga kota yang produktif dan berdaya saing.