Menyulap Magelang Jadi Kota Berbasis Data

Tuesday 2nd of September 2025 12:00:00 AM

Oleh: Ridho Ilahi (BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung)


Kota Magelang merupakan kota terkecil di Jawa Tengah dengan luas wilayah sebesar 18,56 Km2. Letaknya strategis di jalur penghubung Yogyakarta dan Semarang dan dekat dengan Candi Borobudur. Gambaran ekonomi terkini menunjukkan arah yang cukup menjanjikan seperti Gambar 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2024 atas dasar harga berlaku mencapai Rp 11.821,94 miliar, sementara atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 7.668,79 miliar (BPS, 2025). Pertumbuhan ekonomi Kota Magelang mencapai 5,56 persen, lebih tinggi dibanding capaian 2023 hanya sebesar 5,45 persen. Angka ini memang tidak spektakuler, tetapi cukup menandakan stabilnya aktivitas ekonomi.

 

Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Kota Magelang Tahun 2011-2024 (Persen) Sumber: BPS, diolah


Industri pengolahan menjadi tulang punggung ekonomi Kota Magelang dengan kontribusi 16,49 persen. Sementara konsumsi rumah tangga mendominasi 56,15 persen PDRB. Kekuatan ekonomi masih bertumpu pada daya beli masyarakat yang menopang usaha kecil. Saat daya beli kuat, roda ekonomi berputar. Saat daya beli melemah, dampaknya meluas ke semua sektor. Industri pengolahan menciptakan nilai tambah dan menarik aliran pendapatan dari luar daerah. Pendapatan itu kemudian mengalir ke sektor perdagangan dan jasa sehingga mendorong pertumbuhan. Sisi permintaan (demand) menunjukkan rumah tangga menjadi motor utama penggerak perekonomian. Tingginya permintaan memacu sektor perdagangan hingga usaha mikro di Kota Magelang. Akan tetapi, sisi penawaran (supply) menunjukkan kapasitas industri pengolahan dan sektor unggulan masih terbatas untuk memenuhi permintaan tersebut. Akibatnya, sebagian kebutuhan masih dipasok dari luar wilayah. Kondisi ini berpotensi menciptakan kebocoran ekonomi karena uang yang dibelanjakan warga justru mengalir keluar kota.

 

Gambar 2. Tingkat Pengangguran Terbuka Kota Magelang Tahun 2011-2024 (Persen) Sumber: BPS, diolah


 

Data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) menunjukkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada 2024 sebesar 4,40 persen atau 2.979 orang, turun 0,85 persen poin dibandingkan tahun 2023 (seperti Gambar 2). Fakta ini memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Kota Magelang memberi dampak penyerapan tenaga kerja.

 

Gambar 3. Persentase Penduduk Miskin Kota Magelang Tahun 2011-2024 (Persen) Sumber: BPS, diolah


 

Di sisi lain, persoalan kemiskinan masih menjadi pekerjaan rumah. Pada Maret 2024, persentase penduduk miskin berada di angka 5,94 persen atau sekitar 7,25 ribu orang (seperti Gambar 3). Jumlah itu berkurang sekitar 0,2 ribu orang dibanding Maret 2023. Akan tetapi, garis kemiskinan naik menjadi Rp 626.614 per kapita per bulan dari sebelumnya Rp 602.794. Peningkatan garis kemiskinan ini menandakan biaya hidup makin tinggi sehingga penduduk yang berada di atas garis kemiskinan rawan jatuh kembali. Oleh karena itu, penurunan angka kemiskinan harus dibaca hati-hati karena kerentanannya besar.

 

Gambar 4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Magelang Tahun 2011-2024 Sumber: BPS, diolah


 

Dari sisi kualitas hidup, Kota Magelang menunjukkan pencapaian membanggakan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2024 mencapai 82,15, naik 0,98 poin dari tahun sebelumnya (seperti Gambar 4). Angka ini menempatkan Magelang dalam kategori sangat tinggi di tingkat nasional. Jika dirinci Umur Harapan Hidup mencapai 77,54 tahun, Rata-rata Lama Sekolah 11,43 tahun, Harapan Lama Sekolah 14,62 tahun, serta pengeluaran riil per kapita Rp 13,62 juta per tahun (BPS, 2025). Capaian ini membuktikan warga Kota Magelang makin sehat, terdidik, serta punya standar hidup layak. 

Sejumlah penelitian akademik menegaskan arah kebijakan pembangunan Kota Magelang. Kajian city branding menekankan bahwa label “Kota Sejuta Bunga” harus diwujudkan lewat strategi pariwisata dan ekonomi kreatif berbasis data jumlah wisatawan, kontribusi PDRB, dan serapan tenaga kerja (Prabowo, 2015). Fokus pembangunan sebaiknya diarahkan pada perdagangan, pendidikan, akomodasi, serta makanan dan minuman yang selaras dengan dominasi konsumsi rumah tangga (Febrianti & Sarfiah, 2022). Namun, potensi ini terhambat regulasi berbelit. Studi PTSP menemukan lambatnya perizinan akibat tumpang tindih aturan dan keterbatasan pegawai (Safitria et al., 2025). Reformasi regulasi mutlak diperlukan agar iklim usaha kondusif.

 

Pembangunan Berbasis Data

Lantas bagaimana menyulap Magelang jadi kota berbasis data? Kunci transformasi Magelang adalah menjadikan data sebagai fondasi perencanaan dan pengambilan kebijakan hingga city branding. Perpres No. 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia (SDI) memberi kerangka untuk menyatukan seluruh sumber data ke dalam tata kelola data tunggal. Melalui SDI, Pemerintah Kota Magelang dapat membangun Urban Data Platform yang mengintegrasikan data statistik dasar dan statistik sektoral. Platform ini mampu melahirkan executive dashboard dalam memantau kinerja lintas sektor secara real-time.


Portal DataGO Kota Magelang (https://datago.magelangkota.go.id/) telah jadi langkah starategis. Namun, agar sejalan dengan prinsip SDI terdapat empat hal yang harus diperkuat. Pertama, data yang disajikan harus memenuhi prinsip standar data statistik mencakup konsep, definisi, klasifikasi, ukuran, dan satuan yang digunakan dalam pengumpulan dan penyajian data statistik agar konsisten dan reliable. Sebagai contoh, pertumbuhan ekonomi (5,56 persen) dan IPM (82,15) harus memiliki definisi baku agar tidak timbul perbedaan interpretasi. Standarisasi ini memungkinkan data dibandingkan lintas waktu dan antarwilayah.


Kedua, setiap dataset harus dilengkapi metadata statistik. Metadata statistik berisi informasi lengkap tentang kegiatan statistik, variabel, dan indikator yang menjelaskan definisi, metode, serta standar penggunaannya. Keberadaan metadata memastikan kualitas dan keterbandingan data meningkat sehingga memudahkan akses, pemanfaatan, dan pengelolaan oleh pengguna maupun produsen data. Metadata ini membuat data menjadi transparan dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga meningkatkan kepercayaan publik.


Ketiga, integrasi lintas sektor membutuhkan kode unik untuk wilayah seperti kode desa/kelurahan sesuai standar. Melalui kode ini, dataset pendidikan bisa terhubung dengan dataset kesehatan atau UMKM sehingga analisis lintas sektor menjadi tajam. Keempat, Portal DataGO Kota Magelang sudah mulai membuka Application Programming Interface (API) untuk akses data secara terbuka. API memungkinkan aplikasi untuk bertukar data dan fungsionalitas tanpa harus mengekspos detail sistem internalnya. Langkah berikutnya memperluas interoperabilitas data statistik dasar dan statistik sektoral. Akademisi dan pelaku usaha bisa mengembangkan aplikasi analitik, model prediksi, dan inovasi layanan publik melalui interoperabilitas data. Prinsip SDI memperkuat ekosistem berbagi pakai data antara statistik dasar dengan statistik sektoral. Kota Magelang bisa menjadi pionir integrasi data tingkat kota yang dinamis.


Tidak kalah pentingnya, statistik sektoral di Kota Magelang bisa naik kelas menjadi official statistics (statistik resmi) jika memenuhi Fundamental Principles of Official Statistics PBB. Sepuluh Prinsip Dasar Statistik Resmi PBB menetapkan kerangka kerja untuk menghasilkan data statistik yang dapat diandalkan dan kredibel. Statistik resmi harus relevan dengan kebutuhan masyarakat. Data harus disajikan tanpa keberpihakan dan dapat diakses setara oleh semua pihak. Produksinya wajib mengikuti standar profesional dengan metode ilmiah yang sahih dan menjunjung tinggi etika profesi. Setiap tahapan harus transparan dan akuntabel agar mencegah penyalahgunaan informasi. Identitas sumber data harus dijaga kerahasiaannya. Seluruh proses berada dalam payung legislasi yang jelas serta terkoordinasi secara nasional. Di sisi lain, penerapan standar internasional dan kerja sama global untuk memastikan statistik resmi memiliki kredibilitas tinggi dan dapat dibandingkan lintas negara. Dengan prinsip ini, pembangunan tata kelola data di Kota Magelang tidak boleh asal-asalan sehingga bisa menghasilkan informasi yang berkualitas.


Kerangka Generic Statistical Business Process Model (GSBPM) menuntun Kota Magelang menata siklus proses bisnis statistik. Prosesnya dimulai dari identifikasi kebutuhan, desain, pengumpulan, hingga pengolahan data. Hasil akhirnya dianalisis lalu didiseminasikan agar dapat dimanfaatkan publik dan pembuat kebijakan. Melalui GSBPM, DataGO Kota Magelang bisa dikembangkan sebagai pipeline data yang mutakhir dan instrumen kebijakan berbasis data. Tata kelola data ini memerlukan koordinasi antar produsen data. Sesuai amanat Perpres No. 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia (SDI), tata kelola data tidak bisa berjalan tanpa pembagian peran. BPS berperan sebagai pembina data dalam memberikan rekomendasi statistik serta menetapkan standar data, metodologi, klasifikasi, serta menjaga kualitas statistik agar selaras dengan prinsip resmi PBB. Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Kota Magelang berfungsi sebagai walidata yang mengoordinasikan integrasi data, memverifikasi metadata, memastikan interoperabilitas, serta mengelola portal data agar seluruh dataset dapat diakses publik. 


Sementara itu, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kota Magelang bertindak sebagai produsen data sektoral wajib menyusun dan menyerahkan data sesuai standar yang telah ditetapkan. Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah Kota Magelang memegang peran sebagai Sekretariat SDI yang mengorkestrasi keseluruhan proses. Skema ini memastikan arsitektur data Kota Magelang berjalan terpadu, konsisten, dan akuntabel. Dengan demikian, data Kota Magelang yang terintegrasi dalam portal DataGO kredibel sebagai dasar perencanaan dan pengambilan kebijakan berbasis bukti. Pemerintah Kota Magelang wajib memastikan sumber daya yang cukup untuk pengelolaan kegiatan statistik. Merujuk pada prinsip 6M (Man, Money, Material, Machine, Method, Market) dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten, pendanaan yang memadai, sarana dan prasarana pendukung, teknologi yang relevan, metode ilmiah yang baku, serta orientasi pada kebutuhan pengguna data. Kota Magelang harus menjadi simpul dalam Sistem Statistik Nasional (SSN) agar data Kota Magelang terhubung dengan indikator nasional. Integrasi ini memastikan kebijakan Kota Magelang selaras dengan RPJMN, SDGs, maupun target nasional lainnya. 


Penerapan Desa/Kelurahan Cinta Statistik (Desa Cantik) untuk memastikan data kelurahan menjadi basis bottom-up planning. Melalui program Desa Cantik diharapkan lahir peta kemiskinan mikro, profil UMKM, hingga kinerja pelayanan publik yang akurat. Di sisi hulu, literasi masyarakat perlu diperkuat melalui kurikulum statistik perkotaan. Kelurahan menjadi pusat edukasi data yang langsung menyentuh warga. Lomba inovasi berbasis data harus digelar guna menumbuhkan budaya analisis di Kota Magelang. Evidence-based budgeting di level kelurahan wajib diterapkan agar setiap anggaran berdampak. Sebagai contoh, Rp10 miliar untuk industri padat karya dapat menurunkan pengangguran minimal 0,2 persen poin. Regulatory impact assessment digital bisa memangkas aturan yang menghambat investasi. City branding harus bergeser menuju brand performance berbasis capaian indikator. Jika langkah ini konsisten diterapkan, Kota Magelang akan tumbuh sebagai laboratorium kecil berbasis data. Kota ini bisa gesit dalam eksekusi dan akuntabel di hadapan publik. Harapannya, Kota Magelang bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia.