Kota Magelang: Simfoni Heritage Dan Pembangunan Menuju Kota Berdaya Saing

Wednesday 3rd of September 2025 12:00:00 AM

Oleh: Khoirina Fahma (STIE WIdya Wiwaha)


Kota Magelang merupakan kota terkecil di Provinsi Jawa Tengah dengan luas wilayah 18,56 km2. Hari Jadi Kota Magelang ditetapkan pada tanggal 11 April 907 berdasarkan Perda Kota Magelang No. 6/1989. Tanggal kelahiran ini disebutkan dalam Prasasti Mantyasih I yang berbunyi Swastisakawarsati 829 caitramasa. Tithi ekadasi kranapaksa. Tu. U. Sapurwwabha-drawadanaksastra. Ajapadadewata. Inndrayogo. Kalimat dalam prasasti itu berarti hari Sabtu Legi, 11 April, tahun 907 Masehi (Purwanto, 2022). Kota dengan julukan “Kota Sejuta Bunga” ini memiliki topografi berupa dataran tinggi nan sejuk karena berada ± 380 m di atas permukaan laut. 


Secara geografis, Kota Magelang memiliki posisi yang sangat strategis karena berada di tengah jalur utama yang menghubungkan Semarang–Yogyakarta–Purworejo, serta diapit oleh keindahan pegunungan seperti Gunung Sumbing, Merapi, Merbabu, dan Menoreh. Kota ini menjadi simpul transit sekaligus pusat aktivitas ekonomi, pendidikan, dan pariwisata di kawasan Kedu. Letaknya yang hanya sekitar 40 km dari Yogyakarta dan berdekatan dengan Candi Borobudur sebagai ikon pariwisata dunia menjadikan Magelang memiliki keunggulan komparatif sebagai kota persinggahan (stopover city) sekaligus destinasi wisata. Keunikan ini membuat Magelang bukan sekadar kota kecil di jalur tengah Jawa, tetapi juga gerbang strategis yang menyatukan mobilitas, pariwisata, dan perdagangan antarwilayah. 


Secara historis, Kota Magelang menyimpan kekayaan heritage kolonial yang menonjol, seperti Taman Kyai Langgeng (TKL), Gunung Tidar, berbagai museum (Sudirman, Diponegoro, BPK RI, Abdul Jalil, Bumi Putera, dan OHD), Kebun Bibit Senopati, dan Mantyasih. Selain itu, terdapat pula Taman Badaan, Alun-alun Kota Magelang, Borobudur International Golf and Country Club, GOR Samapta, dan Taman Panca Arga. Data resmi Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Kota Magelang dari laman https://datago.magelangkota.go.id menyebut bahwa sepanjang tahun 2024, total kunjungan ke destinasi ini mencapai 1.185.565 wisatawan, dominasinya adalah wisatawan domestik 1.183.381 kunjungan, sementara mancanegara sekitar 2.184 kunjungan. 


Gambar 1 Jumlah Kunjungan Wisatawan per Obyek Wisata Sumber : data diolah


 

Dari seluruh objek tersebut seperti terlihat pada Gambar 1 di atas, Gunung Tidar menjadi primadona dengan angka kunjungan paling tinggi, yaitu sekitar 317.567 pengunjung, diikuti oleh Taman Kyai Langgeng dengan 225.272 pengunjung serta kawasan publik seperti alun-alun dan area CFD/GOR sebanyak 165.025 pengunjung. Fakta ini menunjukkan bahwa warisan sejarah Kota Magelang tidak sekadar menjadi saksi masa lalu, tetapi juga menyumbang signifikan pada perekonomian pariwisata lokal. 


Potensi kunjungan wisata di kota Magelang masih dapat berkembang pesat kedepannya dengan adanya kegiatan car free day (CFD). Setiap Minggu pagi, area Rindam IV/Diponegoro bertransformasi menjadi arena CFD yang menjadi magnet keramaian warga Magelang dan sekitarnya. Kegiatan ini rutin mendatangkan ribuan pengunjung yang memanfaatkan ruang bebas kendaraan untuk olahraga, rekreasi keluarga, hingga bersosialisasi bersama komunitas kreatif dan UMKM lokal. CFD tersebut juga membuka ruang bagi sekitar 200 pedagang—berupa jajanan tradisional, minuman segar, hingga produk lokal—untuk menampilkan dagangannya di sepanjang jalur, sekaligus memicu pertumbuhan ekonomi lokal dan titik pertemuan komunitas urban pagi hari. Penyebaran informasi dan pemasaran secara daring terbukti mampu mendatangkan banyak pengunjung dari segala generasi. Potensi perputaran ekonomi sangat tinggi apalagi jika dilakukan penataan dan penambahan jumlah area CFD baru di kota Magelang. 


Pengadaan bus wisata kota ala Bandros di Bandung, Bus Jogja Heritage Track atau Si Bolang di Bogor dapat menjadi inovasi baru bagi Kota Magelang untuk menggabungkan fungsi transportasi, edukasi, dan rekreasi. Rute perjalanan dapat difokuskan pada kawasan historis seperti Pecinan Magelang dengan jejak perdagangan Tionghoa dan kuliner legendaris, serta Bayeman yang sarat nilai budaya dan kedekatan dengan pusat kota. Dengan konsep city tour, wisatawan tidak hanya menikmati perjalanan nyaman, tetapi juga memperoleh narasi sejarah, kearifan lokal, dan potensi UMKM sepanjang jalur. Program ini berpotensi menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui tiket, iklan di bus, dan kolaborasi dengan pelaku usaha lokal. Lebih dari sekadar transportasi, bus wisata kota akan memperkuat identitas Magelang sebagai kota heritage sekaligus kota modern yang ramah wisata edukasi.


Gambar 2 Prototype Bis Wisata Sumber : diilustrasikan penulis


 

Dengan luasan RTH yang dikelola lingkup kewenangan Kota Magelang per 2024 sebesar 300,22 Ha (Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Kota Magelang, 2024), potensi pengembangan RTH menjadi taman bunga dapat diwujudkan. Pemerintah kota melalui Dinas Lingkungan Hidup dapat memulai penanaman berbagai jenis bunga yang mekar sepanjang tahun. Dengan metode dan teknik pemilihan jenis bunga yang mekar bergantian dan berwarna-warni seperti tabebuya, bougenvile, dan bunga yang hidup di daerah sejuk, dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan domestik bahkan mancanegara. Penanaman dapat dilakukan di taman, trotoar atau separator jalan raya sehingga Kota Magelang menjadi semakin cantik.


Gambar 3 Bunga Tabebuya bermekaran di Gedung Karesidenan Kedu Sumber : dokumentasi penulis


 

Event-event besar di sekitar Candi Borobudur seperti perayaan Waisak Internasional, ajang olahraga bergengsi Borobudur Marathon, maupun kegiatan rekreatif seperti fun run, terbukti memberikan multiplier effect yang signifikan terhadap perekonomian Kota Magelang. Meskipun agenda berskala nasional maupun internasional ini berlangsung di kabupaten Magelang, okupansi hotel dan penginapan di Kota Magelang meningkat tajam karena letaknya yang strategis sebagai kota penyangga Borobudur. Kenaikan hunian tersebut secara tidak langsung menghidupkan perputaran ekonomi lokal: wisatawan yang menginap biasanya turut membelanjakan uangnya untuk kuliner khas Magelang seperti sop senerek, kupat tahu, getuk, dan wedang kacang, serta membeli oleh-oleh dari UMKM lokal yang khas seperti potil, slondok dan keripik tahu. Kolaborasi pemerintah kota dan kabupaten yang apik dapat meningkatkan pendapatan daerah dengan penyelenggaraan event-event sejenis. 


Perkembangan suatu daerah sering kali tercermin dari meningkatnya investasi di sektor infrastruktur—terutama terlihat dari dibangunnya hotel atau pusat perbelanjaan baru. Terlebih lagi adanya kelebihan okupansi hotel di event-event besar menjadikan potensi besar di sektor perhotelan di kota Magelang. Terdapat pembangunan dua proyek hotel besar di Kota Magelang yaitu:

  • The Aloon-Aloon adalah proyek mixed-use development di bekas lahan Magelang Theater, yang mencakup mall semi-outdoor, amphitheater, mal pelayanan publik, dan hotel berbintang dalam satu gedung setinggi 15 lantai dengan nilai investasi Rp210 Miliar. Dibangun di atas lahan seluas sekitar 22.000 m², proyek ini ditargetkan beroperasi pada November 2025, menjadi ikon baru pusat gaya hidup modern sekaligus perputaran ekonomi kota. 
  • Artotel Magelang adalah hotel bintang 4 bergaya Art Inspired Lifestyle yang tengah dibangun di Jalan Tentara Pelajar No. 38. Hotel ini memiliki 118 kamar dan terbentang di lahan seluas 2.457 m², dengan total nilai investasi sekitar Rp 110 miliar. Hotel ini diperkirakan mulai beroperasi pertengahan tahun 2025.

 

Kehadiran proyek-proyek ini tidak hanya menambah pasokan akomodasi berkualitas tinggi, tetapi juga menciptakan multiplier effect yang luas—mendorong aktivitas UMKM lokal, lapangan kerja, serta meningkatkan PAD dari sektor jasa dan hiburan. Investasi tersebut bukan hanya simbol pembangunan fisik, melainkan juga nyata menggambarkan transformasi Magelang sebagai kota investasi, ekonomi, dan pariwisata yang semakin menjanjikan.


Potensi pariwisata masih menjadi salah satu andalan Kota Magelang, diantaranya adalah kekayaan budaya dan kesenian. Salah satu kesenian asli Kota Magelang yaitu Topeng Ireng, Kubro Siswo, Jathilan, Campur, dan Dayakan. Nama Topeng Ireng sendiri berasal dari kata Toto Lempeng Irama Kenceng. Toto artinya menata, lempeng berarti lurus, irama berarti nada, dan kenceng berarti keras. Oleh karena itu, dalam pertunjukan Topeng Ireng para penarinya berbaris lurus dan diiringi musik berirama keras dan penuh semangat. Tarian ini sebagai wujud pertunjukan seni tradisional yang memadukan syiar agama Islam dan ilmu beladiri atau pencak silat. Tak heran, Topeng Ireng selalu diiringi dengan musik yang rancak dan lagu dengan syair Islami (Disdikbud Kota Magelang, 2025). Kesenian Tari ini juga sudah mulai diajarkan di sekolah-sekolah Kota Magelang dan menjadi ekstra kulikuler. Guna mempromosikan seni-budaya Kota Magelang dan menjadi ajang penampilan tarian anak sekolah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dapat menyelenggarakan pertunjukan seni secara berkala, misal setiap 6 bulan, yang dipromosikan dengan media sosial, dengan konsep pertunjukan dan juga pagelaran kostum seperti Jember Fashion Week.


Gambar 4 Kesenian Topeng Ireng Dayakan Sumber : visitmagelang.id


            

Pada tahun 2024 perekonomian Kota Magelang disokong oleh empat lapangan usaha utama yaitu Lapangan Usaha Industri Pengolahan sebesar 16,49%; konstruksi sebesar 15,93%; Perdagangan Besar-Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 13,98%; dan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib sebesar 10,18% (BPS Kota Magelang, 2025). Pendapatan Asli Daerah di tahun 2024 mencapai Rp 349,050 miliar. Angka ini melebihi dari target sebesar Rp 329,858 miliar dan lebih tinggi atau naik 7,51% dari realisasi PAD 2023 yang mencapai Rp 324,669 miliar (Amani, 2025). Diharapkan dengan potensi dan kekayaan budaya kota Magelang, target PAD 2025 Kota Magelang sebesar Rp 360,082 (Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 9 Tahun 2024) sangat optimis dapat tercapai. 


Gambar 5 PAD Kota Magelang 2021- (proyeksi) 2025 Sumber : data diolah