Bonus Demografi Atau Beban Demografi? Fenomena Lansia Bekerja Di Kota Magelang Dan Faktor Faktor Penentunya

Wednesday 3rd of September 2025 12:00:00 AM

Oleh: Syfriza Davies Raihannabil (Politeknik Statistika STIS)


Kota Magelang tengah memasuki fase penting perubahan struktur penduduk. Proporsi usia produktif mencapai 70,51%, jauh lebih besar dari usia non-produktif 29,49% (Disdukcapil, 2024). Kondisi ini membuka peluang bonus demografi, tetapi manfaatnya hanya terwujud bila penduduk usia kerja memiliki kualitas pendidikan, keterampilan, kesehatan, dan akses pasar kerja yang inklusif (Zhou et al., 2023; Firmansyah, 2025).


Tren umur harapan hidup juga terus meningkat hingga 77,54 tahun pada 2024 (BPS, 2025), mencerminkan keberhasilan pembangunan kesehatan sekaligus menandai bertambahnya jumlah lansia (Nuha & Nurhayati, 2025). Hal ini meningkatkan old-age dependency ratio, dari 22% pada 2020–2021 menjadi 23,76 pada 2024 (Disdukcapil, 2024), artinya hampir 24 lansia ditopang setiap 100 penduduk usia produktif. Pertumbuhan lansia yang lebih cepat dibandingkan usia produktif berisiko mengikis potensi bonus demografi dan menimbulkan tekanan sosial ekonomi baru jika tidak diantisipasi (Basrowi et al., 2021).

 
 

Gambar 1. Capaian Indikator-Indikator Bonus Demografi Kota Magelang: (a) Umur Harapan Hidup (UHH) saat Lahir Tahun 2020–2024; (b) Old-age Dependency Ratio Tahun 2020–2024.


Fenomena ageing population di Kota Magelang ditandai makin banyaknya lansia yang tetap bekerja. Kondisi ini umum di negara berkembang karena terbatasnya akses pensiun dan perlindungan sosial (Kikkawa & Gaspar, 2023). Peluang lansia untuk bekerja sangat dipengaruhi kesehatan, pendidikan (Rahayuwati et al., 2024), serta kebijakan ketenagakerjaan dan ketersediaan pekerjaan ramah usia (Kikkawa & Gaspar, 2023). Dengan dukungan kebijakan yang inklusif, kapasitas kerja lansia masih dapat dioptimalkan (Osathanunkul et al., 2023). Oleh karena itu, keterlibatan lansia dalam pasar kerja di Kota Magelang menjadi penentu apakah ageing population memberi peluang bonus demografi atau justru menambah beban demografi. Penelitian ini bertujuan menganalisis dinamika tersebut sekaligus menelaah faktor individu dan struktural yang mendorong lansia untuk tetap bekerja. Penelitian ini menggunakan data mentah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) KOR Maret 2024. Unit analisis dalam penelitian ini mencakup penduduk lansia, yaitu penduduk usia 60 tahun ke atas di Kota Magelang, baik yang bekerja, maupun tidak bekerja. Total observasi eligible ada sebanyak 296 responden. 

 

Gambaran Karakteristik Lansia Bekerja di Kota Magelang

Sumber: Hasil Olah Data


Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa lansia laki-laki yang bekerja memiliki proporsi sedikit lebih tinggi (35,34%) dibandingkan perempuan (34,97%). Lansia yang berstatus kepala rumah tangga yang bekerja lebih banyak (39,23%) daripada yang bukan kepala rumah tangga (28,70%). Demikian pula, lansia yang memiliki pasangan lebih tinggi tingkat partisipasi kerjanya (38,86%) dibandingkan dengan yang tidak memiliki pasangan (29,75%). Dari sisi pendidikan, lansia berpendidikan dasar menunjukkan proporsi bekerja paling tinggi (50,60%), disusul menengah (32,31%), dan terendah pada lansia yang berpendidikan tinggi (23,38%). Lansia pengguna internet memiliki proporsi bekerja sedikit lebih tinggi (35,48%) dibandingkan yang tidak menggunakan internet (34,75%). Sementara itu, seluruh penerima bantuan sosial tidak ada yang bekerja, sedangkan pada lansia yang tidak menerima bantuan masih ada 35,25% yang bekerja.

 

Faktor-Faktor Penentu Keputusan Lansia untuk Bekerja di Kota Magelang

Sumber: Hasil Olah Data ***p < 0,01; **p < 0,05; *p < 0,1.


Berdasarkan Tabel 3, faktor-faktor yang menentukan keputusan lansia di Kota Magelang untuk tetap bekerja, di antaranya jenis kelamin, hubungan dengan kepala rumah tangga (KRT), kepemilikan pasangan, pendidikan, penggunaan internet, dan penerimaan bantuan sosial (bansos). Lalu, dengan berbagai faktor tersebut, apakah lansia di Kota Magelang lebih tepat dipandang sebagai bonus demografi yang masih produktif, atau justru menjadi beban demografi bagi pembangunan?


Bonus Demografi

Hasil analisis menunjukkan bahwa lansia yang berstatus kepala rumah tangga memiliki peluang bekerja hampir dua kali lipat dibandingkan mereka yang bukan kepala rumah tangga. Kondisi ini menunjukkan bahwa lansia tidak hanya menjadi bagian pasif dari rumah tangga, tetapi juga masih memegang peran produktif sebagai penopang ekonomi keluarga. Studi serupa menyebutkan bahwa makin banyak lansia yang mempertahankan “longer working life” membuat transisi demografi di kawasan ini tidak hanya menghasilkan beban, tetapi juga cadangan produktivitas baru bagi perekonomian (Kikkawa & Gaspar, 2023). Selain itu, lansia yang memiliki pasangan juga menunjukkan peluang kerja yang lebih tinggi. Dukungan sosial dari pasangan terbukti memperkuat keberlanjutan produktivitas di usia lanjut karena pasangan dapat berperan sebagai motivator sekaligus penyedia stabilitas emosional, yang pada akhirnya membuat lansia lebih berdaya dalam mempertahankan aktivitas ekonomi (Harris et al., 2025). Faktor lain yang menonjol adalah penggunaan internet, di mana lansia pengguna internet cenderung lebih banyak bekerja dibanding yang tidak. Akses digital membuka kesempatan baru, baik melalui peluang usaha daring maupun akses terhadap informasi pasar kerja fleksibel sehingga lansia dapat memperpanjang masa produktif mereka di tengah perubahan struktur ekonomi modern. Temuan ini sejalan dengan studi global yang menegaskan bahwa digital inclusion berkontribusi signifikan terhadap peningkatan kualitas hidup dan partisipasi kerja lansia (Yang et al., 2022; Guo & Xiao, 2024). Secara keseluruhan, ketiga faktor ini menegaskan bahwa keberadaan lansia di Magelang tidak selalu identik dengan beban, melainkan dapat menjadi bonus demografi yang riil ketika mereka tetap produktif, berdaya, dan terintegrasi dengan dinamika ekonomi baru.


Beban Demografi

Namun, temuan lain dari penelitian ini juga menyingkap sisi beban demografi yang tidak dapat diabaikan. Lansia laki-laki justru memiliki kecenderungan lebih rendah untuk bekerja dibandingkan lansia perempuan. Kondisi ini mengindikasikan adanya pergeseran peran gender di usia lanjut, di mana perempuan lebih banyak masuk pasar kerja bukan karena kapasitas produktif semata, tetapi sebagai bentuk keterpaksaan akibat kebutuhan ekonomi rumah tangga. Studi serupa menunjukkan bahwa heterogenitas gender dalam partisipasi kerja lansia, di mana banyak perempuan bekerja di usia tua bukan sebagai pilihan, tetapi sebagai strategi bertahan hidup (Kikkawa & Gaspar, 2023). Selain itu, pendidikan yang rendah juga meningkatkan kecenderungan lansia untuk bekerja. Lansia dengan pendidikan dasar lebih banyak masuk pasar kerja, tetapi keterlibatan ini mencerminkan kerentanan finansial daripada kontribusi produktif. Studi terbaru menekankan bahwa lansia berpendidikan rendah cenderung terjebak dalam pekerjaan informal, berpenghasilan rendah, dan tidak memiliki perlindungan sosial memadai (Rahayuwati et al., 2024). Temuan yang lebih tegas terlihat pada variabel bantuan sosial, di mana lansia penerima bantuan sosial hampir sepenuhnya tidak bekerja. Temuan ini menunjukkan bahwa lansia sepenuhnya bergantung pada dukungan pemerintah tanpa kapasitas untuk memberikan kontribusi produktif, yang menjadi tanda jelas dari sisi beban demografi (Harris et al., 2025). Dengan demikian, rendahnya pendidikan, ketergantungan pada bantuan sosial, serta keterpaksaan kerja pada perempuan menegaskan adanya sisi rentan dalam struktur lansia yang justru berpotensi membebani pembangunan.


Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menegaskan bahwa lansia di Kota Magelang berada pada persimpangan antara bonus demografi dan beban demografi. Mereka disebut sebagai bonus ketika masih mampu bekerja secara produktif karena dukungan pasangan, status kepala rumah tangga, dan pemanfaatan teknologi digital yang membuka ruang bagi keterlibatan ekonomi yang lebih modern. Sebaliknya, mereka menjadi beban ketika keterlibatan dalam pasar kerja lahir dari keterpaksaan akibat rendahnya pendidikan, minimnya perlindungan sosial, dan kerentanan gender yang membuat perempuan bekerja pada usia lanjut untuk sekadar bertahan hidup.

 

Rekomendasi Kebijakan

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa rekomendasi yang dapat diberikan kepada pemangku kebijakan di Kota Magelang, yaitu sebagai berikut.

Mendorong pemberdayaan lansia produktif melalui penyediaan akses kerja yang sesuai dengan kondisi fisik dan keterampilan mereka, misalnya baik di sektor informal modern, usaha mikro, maupun kegiatan berbasis komunitas.

Memperluas literasi digital bagi lansia, karena penggunaan internet terbukti meningkatkan peluang kerja serta memperpanjang masa produktif. Program pelatihan berbasis komunitas atau pusat belajar lansia dapat menjadi sarana untuk mengurangi kesenjangan digital.

Menguatkan dukungan sosial bagi lansia dengan melibatkan pasangan dan keluarga dalam program pemberdayaan sehingga keberlanjutan peran produktif lansia dapat lebih stabil, baik secara emosional maupun ekonomi.

Meningkatkan perlindungan sosial bagi lansia rentan, khususnya yang berpendidikan rendah, tidak memiliki pasangan, dan sepenuhnya bergantung pada bantuan sosial. Skema bantuan perlu diarahkan tidak hanya pada aspek konsumtif, tetapi juga pada penguatan kapasitas dasar agar lansia tidak terjebak pada kerentanan berulang.

Menyeimbangkan kebijakan antara pemberdayaan dan perlindungan agar lansia yang masih mampu tetap bisa berkontribusi sebagai bonus demografi, sedangkan yang tidak mampu tetap terjamin kehidupannya sehingga tidak menjadi beban berlebihan bagi pembangunan.