Bansos Nggak Lagi Salah Alamat: Big Data Untuk Kota Magelang Sejahtera

Tuesday 2nd of September 2025 12:00:00 AM

Oleh: Rendi Yuliantoro (Pemerintah Kota Magelang)


Setiap warga negara berhak memperoleh kehidupan yang layak. Salah satu wujud nyata peran negara dalam menjamin hal tersebut adalah melalui penyaluran bantuan sosial (bansos). Bantuan sosial bukan sekadar angka dalam anggaran, melainkan harapan yang dirasakan langsung oleh masyarakat, yaitu membantu keluarga miskin untuk bertahan, menjaga keberlanjutan pendidikan anak, serta menopang kesehatan keluarga. Namun, dalam praktiknya, penyaluran bantuan sosial sering kali menghadapi berbagai tantangan. Di banyak daerah, termasuk di Kota Magelang, muncul persoalan klasik, antara lain adanya tumpang tindih penerima, keterlambatan dalam pembaruan data, serta persepsi masyarakat mengenai distribusi yang dianggap belum sepenuhnya merata. Tidak jarang terdapat keluarga yang sebenarnya membutuhkan namun belum terdaftar, sementara sebagian keluarga lain yang relatif lebih mampu justru masih tercatat sebagai penerima.


Kondisi tersebut tidak hanya menimbulkan rasa ketidakadilan, tetapi juga mengurangi efektivitas bantuan sosial sebagai instrumen pengentasan kemiskinan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, bagaimana agar bantuan sosial di Kota Magelang benar-benar dapat tepat sasaran, adil, dan transparan? Salah satu jawabannya adalah dengan memanfaatkan teknologi Big Data.


Potret Kemiskinan Kota Magelang

Berdasarkan data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Magelang yang dipublikasikan melalui DataGo, tingkat kemiskinan Kota Magelang menunjukkan tren penurunan yang konsisten. Pada tahun 2020, angka kemiskinan tercatat 7,58%, naik sedikit pada 2021 menjadi 7,75%, kemudian menurun di 2022 sebesar 7,10%. Tren positif ini berlanjut dengan angka 6,11% pada 2023, dan pada 2024 kembali menurun hingga hanya 5,94%. Capaian ini lebih baik dibanding rata-rata Jawa Tengah (10,47%) maupun nasional (9,03%) pada tahun yang sama. Dengan kata lain, Kota Magelang berhasil menjaga tren penurunan kemiskinan lebih cepat daripada rata-rata wilayah sekitarnya. Lebih rinci, data rumah tangga tahun 2024 menunjukkan bahwa masih terdapat 6.846 rumah tangga miskin (kategori 0–11 percentile) di Kota Magelang. Selain itu, terdapat 1.709 rumah tangga rentan (12–40 percentile) dan 491 rumah tangga menengah (41–80 percentile). Tidak ada rumah tangga yang masuk kategori atas (81–100 percentile). Jika dilihat per wilayah:

·        Kecamatan Magelang Tengah menempati posisi dengan jumlah rumah tangga miskin terbanyak, yakni 2.822 rumah tangga,

·        disusul Magelang Selatan dengan 2.391 rumah tangga,

·        dan Magelang Utara dengan 1.633 rumah tangga.

 


Sumber: DataGO Kota Magelang


Data ini memberikan gambaran nyata bahwa meskipun angka persentase kemiskinan Kota Magelang terus menurun, tantangan untuk mengurangi jumlah rumah tangga miskin secara absolut masih perlu menjadi prioritas bersama. Meski begitu, data tersebut juga menegaskan bahwa masih ada ribuan warga Kota Magelang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka inilah yang membutuhkan intervensi tepat sasaran agar laju penurunan kemiskinan lebih merata. Masalah yang kerap muncul adalah:

  1. Tumpang tindih penerima bantuan. Beberapa keluarga tercatat menerima lebih dari satu jenis bansos, sementara keluarga lain yang serupa kondisinya tidak mendapatkan bantuan.
  2. Ketidakakuratan data. Ada penerima yang sebenarnya sudah pindah atau bahkan meninggal, tetapi masih terdata. Sebaliknya, warga yang baru jatuh miskin seringkali belum segera masuk dalam daftar.
  3. Distribusi yang dirasakan belum merata. Proses verifikasi manual di tingkat lingkungan rawan menimbulkan persepsi ketidakadilan di masyarakat.

Permasalahan inilah yang kemudian menuntut adanya sistem baru yang lebih transparan, akurat, dan berbasis data terintegrasi.


Big Data sebagai Solusi

Apa sebenarnya Big Data? Sederhananya, Big Data adalah kumpulan data yang sangat besar, beragam, dan terus berkembang, yang dapat dianalisis untuk menghasilkan informasi berharga. Dalam konteks bansos, Big Data memungkinkan pemerintah mengintegrasikan data kependudukan, kondisi sosial-ekonomi, kesehatan, pendidikan, hingga catatan penerimaan semua bantuan yang di berikan oleh Pemerintah sebelumnya. Dengan pendekatan ini, pemerintah Kota Magelang bisa:

  • Mencegah duplikasi penerima. Kondisi ini tidak hanya berpotensi menimbulkan penerima ganda, tetapi juga menyebabkan satu keluarga yang sudah pernah maupun sedang menerima intervensi bantuan masih terdeteksi kembali sebagai penerima. Sistem dapat secara otomatis mendeteksi duplikasi penerima, sehingga bantuan bisa didistribusikan lebih merata.
  • Menentukan penerima yang benar-benar layak. Indikator kemiskinan tidak hanya berdasar status KTP/KK, tetapi juga data konsumsi, kesehatan, pekerjaan, hingga pendidikan anak. Selain itu, integrasi big data juga dapat memanfaatkan data historis dari setiap OPD yang pernah melakukan intervensi bantuan sosial kepada masyarakat. Dengan begitu, pemerintah memiliki informasi yang lebih memadai mengenai jenis bantuan apa saja yang sudah pernah diterima oleh seorang warga atau keluarganya. Hal ini akan mempermudah proses verifikasi, sehingga penerima yang benar-benar layak dapat ditentukan secara lebih adil.
  • Meningkatkan transparansi. Dashboard publik memungkinkan masyarakat ikut mengawasi siapa yang berhak menerima bansos, tanpa mengorbankan privasi penerima.
  • Memperkuat akuntabilitas. Dengan sistem terintegrasi, peluang kesalahan atau ketidaksesuaian data di tingkat bawah (Pekerja Sosial Masyarakat, RT, RW, dan kelurahan) dapat diminimalkan.

Beberapa kota besar di Indonesia sudah mulai menerapkan integrasi data untuk distribusi bansos. Kota Magelang dapat belajar dari praktik baik ini sekaligus menyesuaikan dengan skala kota yang lebih kecil, sehingga lebih cepat dan mudah diimplementasikan.


Implementasi Big Data di Kota Magelang

Untuk mewujudkan bansos yang tidak lagi salah alamat, Kota Magelang dapat mengambil beberapa langkah strategis:

  1. Integrasi Data by Name by Address (BNBA). Semua data penerima bansos dari Pekerja Sosial Masyarakat, RT, RW, dan kelurahan, Organisasi Perangkat Daerah, dan instansi vertikal terkait harus disatukan. NIK dan alamat lengkap menjadi kunci agar tidak ada duplikasi.
  2. Pembangunan Dashboard Bansos Kota Magelang. Dashboard digital ini bisa menampilkan data penerima berdasarkan wilayah dan jenis bantuan. Dengan begitu, distribusi bansos lebih mudah dipantau oleh publik maupun pemerintah.
  3. Selain itu, kolaborasi multi-pihak juga sangat penting. Tidak hanya BPS, Dinas Sosial, kelurahan, Pekerja Sosial Masyarakat, hingga RT/RW, tetapi juga bisa melibatkan dasawisma yang beranggotakan ibu-ibu rumah tangga. Mereka selama ini dikenal sebagai “ras terkuat di muka bumi” karena ketangguhannya mengurus keluarga sekaligus aktif di kegiatan masyarakat. Dengan ketelitian dan jejaring sosial yang mereka miliki, ibu-ibu dasawisma dapat membantu proses update pendataan di tingkat paling mikro, mulai dari memastikan siapa yang benar-benar layak menerima bantuan hingga mendeteksi perubahan kondisi sosial-ekonomi warga. Dengan pendekatan ini, validasi data tidak hanya lebih akurat, tetapi juga lebih membumi dan dekat dengan realitas kehidupan sehari-hari masyarakat Kota Magelang..
  4. Mekanisme Aduan Warga. Aplikasi atau kanal pengaduan memberi kesempatan bagi masyarakat untuk melaporkan ketidaksesuaian data, misalnya jika ada warga miskin yang belum masuk daftar.
  5. Analisis Statistik Berkelanjutan. Dengan Big Data, tren kemiskinan dapat diprediksi dan efektivitas program bansos bisa dievaluasi secara berkala.

Langkah-langkah ini akan membuat Kota Magelang lebih adaptif dalam menanggulangi kemiskinan.


Dampak Positif Big Data terhadap Kesejahteraan

Penerapan Big Data bukan sekadar inovasi teknologi, tetapi strategi penting untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dampaknya antara lain:

  • Bansos lebih tepat sasaran. Warga yang benar-benar membutuhkan tidak lagi terlewat, sementara yang sudah mapan tidak tercatat sebagai penerima. Selain itu dengan adanya integrasi big data, warga yang satu keluarga telah menerima atau sedang menerima bansos juga bisa terdeteksi. Mekanisme ini penting agar distribusi bantuan sosial tidak hanya berputar pada segelintir keluarga saja, tetapi benar-benar lebih merata dan adil menjangkau masyarakat yang membutuhkan. Dengan demikian, tujuan besar bansos untuk mengurangi angka kemiskinan dapat tercapai tanpa menimbulkan kesenjangan baru di tengah warga.
  • Penurunan kemiskinan akan sebanding dengan intervensi APBD yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Magelang. Artinya, setiap rupiah yang digelontorkan melalui program bantuan sosial, jika diarahkan dengan berbasis data yang akurat, akan memberikan dampak nyata pada turunnya angka kemiskinan. Sebaliknya, tanpa tata kelola data yang baik, besarnya anggaran yang dikeluarkan tidak akan berbanding lurus dengan hasil yang diperoleh..
  • Efisiensi anggaran. Dana bansos tidak lagi habis untuk penerima ganda atau tidak layak, sehingga bisa dialokasikan lebih optimal.
  • Kepercayaan masyarakat meningkat. Transparansi distribusi membuat warga merasa pemerintah hadir secara adil.
  • Implementasi nilai Pancasila. Keadilan dalam penyaluran bansos adalah wujud nyata sila ke-5: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.


Refleksi dan Tantangan

Tentu, penerapan Big Data memiliki tantangan. Pertama, kesiapan sumber daya manusia. Tidak semua aparatur terbiasa dengan pengelolaan data digital. Kedua, keamanan data. Perlindungan privasi penerima bansos menjadi hal yang harus dijaga. Ketidakakuratan data juga disebabkan oleh sulitnya pemanfaatan data dari Dispendukcapil Kota Magelang karena adanya prosedur ketat terkait keamanan sistem informasi ISO yang tidak semua OPD (Organisasi Perangkat Daerah) yang mengintervensi bantuan dapat memenuhinya. Ketiga, adaptasi sosial. Perubahan menuju sistem yang lebih transparan kadang menimbulkan resistensi dari sebagian pihak. Namun tantangan ini bukan penghalang. Justru, dengan regulasi yang tepat (misalnya melalui Peraturan Wali Kota atau Peraturan Daerah) serta komitmen politik yang kuat, penerapan Big Data dapat berjalan lebih lancar dan berkelanjutan. Edukasi masyarakat tentang pentingnya data akurat juga harus terus dilakukan.


Bantuan sosial adalah salah satu jalan bagi pemerintah untuk hadir di tengah masyarakat. Namun, jika distribusinya tidak tepat, manfaatnya akan berkurang. Kota Magelang memiliki kesempatan besar untuk menjadi teladan bagaimana sebuah kota kecil mampu mengelola bansos dengan teknologi modern. Big Data bukan sekadar kumpulan angka, melainkan instrumen keadilan. Dengan memanfaatkannya, bansos benar-benar dapat sampai kepada yang berhak, tidak lagi salah alamat. Pada akhirnya, inilah jalan untuk mewujudkan Kota Magelang Sejahtera: kota yang tidak hanya unggul dalam statistik, tetapi juga dalam rasa adil yang dirasakan warganya.