Apakah Akan Selalu Menjadi Importir Beras?

Wednesday 3rd of September 2025 12:00:00 AM

Oleh: Erisa Zainina Janah (Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Temanggung)


-


Indonesia mempunyai julukan sebagai negara agraris yang berarti mayoritas penduduknya bekerja di bidang pertanian. Letak geografis Indonesia yang strategis dan iklim tropis yang menjadi iklim di daerah Indonesia mendukung perekonomian masyarakat dalam pengembangan bidang pertanian khususnya pertanian penghasil padi karena padi yang diolah menjadi beras merupakan bahan makanan pokok mayoritas masyarakat di Indonesia. 


Menurut Analisis Kinerja Perdagangan Beras Tahun 2023 Kementerian Pertanian, produsen beras terbesar di dunia didominasi oleh negara-negara di Asia dengan jumlah penduduk yang relatif besar dimana bahan pangan pokok penduduknya adalah beras. Berdasarkan data USDA selama 2019 – 2023, Indonesia telah mengambil pangsa penyediaan beras sekitar 5,22% dari total penyediaan beras dunia sebesar 740,91 juta ton dan merupakan negara dengan penyediaan beras ke-tiga terbesar di dunia, setelah Cina (35,84%) dan India (21,95%). Sementara Indonesia menduduki sebagai negara importir ke-46 dengan pangsa 0,65% atau senilai USD 202 juta.


Walaupun disebut sebagai negara agraris, Indonesia masih melakukan impor beras dari negara lain. Hal ini dapat disebabkan karena menurunnya daya tanam dan produksi beras yang ada di Indonesia, khusunya pada daerah perkotaan. Kota Magelang merupakan salah satu daerah perkotaan yang berada di tengah-tengah Provinsi Jawa Tengah dengan berbagai keanekaragaman dan kondisi alam yang dapat mempengaruhi produksi beras.  Lalu bagaimana kondisi produksi beras untuk mencukupi ketahanan pangan masyarakat di Kota Magelang?


Kondisi Penduduk dan Ekonomi

Kota Magelang merupakan kota yang dijuluki kota seribu bunga, yang wilayahnya terdiri dari 3 (tiga) kecamatan dan 17 (tujuh belas) kelurahan dengan kepadatan penduduk sebesar 6.935 jiwa/km2 pada tahun 2024. Jumlah penduduk Kota Magelang dalam 1 dekade terakhir mengalami fluktuasi naik dan turun. Mulai tahun 2025 hingga tahun 2019, jumlah penduduk terus naik dari 120.952 jiwa hingga 122.111 jiwa, lalu mengalami penurunan pada tahun 2020, walaupun setelah itu kembali mengalami kenaikan hingga mencapai angka 122.400 jiwa pada tahun 2024. 


Dari tren pertumbuhan penduduk yang cenderung naik setiap tahunnya, menjadikan pertumbuhan ekononi juga harus mengalami kenaikan untuk menjamin kelangsungan hidup masyarakatnya. Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat dilihat melalui Pendapatan Domestrik Regional Bruto. Menurut Badan Pusat Statistik, Pendapatan Domestrik Regional Bruto (PDRB)  merupakan jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di suatu wilayah tertentu dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), atau setara dengan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di wilayah tersebut. Pada tahun 2024 PDRB atas dasar harga konstan di Kota Magelang tertinggi didapat melalui Lapangan Usahan Konstruksi yang mencapai Rp. 1.054.430.000.000. Sedangkan untuk PDRB  dari Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan hanya mencapai Rp. 116.790.000.000.


Mayoritas Kota Magelang penduduk bekerja sebagai  karyawan swasta dengan jumlah mencapai 26.305 orang. Beberapa penelitian menyebutkan, bahwa jumlah masyarakat di suatu wilayah yang bekerja dalam bidang pertanian berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi padi di wilayah tersebut. Berdasarkan penelitian dari Astuti Wulandari dari Univertitas Muslim Indonesia, petani dengan rata-rata umur 45 tahun, sebagian besar berada pada usia produktif berpengaruh signifikan terhadap produksi padi. Di Kota Magelang sendiri, penduduk dengan mata pencaharian sebagai buruh tani/perkebunan sebanyak 53 orang yang berarti hanya sekitar 0,04% dari keseluruhan penduduk Kota Magelang. 


Kondisi Wilayah Pertanian

Selain dipengaruhi oleh faktor alam seperti cuaca dan iklim, serta faktor jumlah penduduk yang bermatapencaharian di bidang pertanian, jumlah produksi padi juga dipengaruhi secara signifikan oleh luas lahan produksi padi. Kondisi lahan di Kota Magelang dapat tergambar dalam peta panggunaan lahan dalam Geoportal Kota Magelang. Selain itu, deksripsi kondisi lahan Kota Magelang juga dijelaskan dalam Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Magelang Tahun 2021-2026 yang menyebutkan tingginya kebutuhan lahan untuk rumah tinggal, perumahan, pekarangan, gudang maupun untuk kegiatan ekonomi seperti ruko dan rumah makan berpengaruh pada tingginya alih fungsi lahan pertanian. Lahan pertanian di Kota Magelang yang merupakan sawah dengan pengairan teknis dalam kurun waktu 2017 sampai 2020 telah mengalami pengurangan seluas 63,51 hektar, dari 206,4 hektar pada tahun 2017 menjadi 142,89 hektar pada tahun 2020. Lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi area terbangun perlu dikendalikan. 


Dalam kurun waktu 5 tahun dari 2019 hingga 2024, terjadi penurunan luas panen pertanian padi dari 400 hektar hingga menjadi 126 hektar. Penurunan luas panen tersebut diikuti dengan penurunan jumlah produksi padi dari 2.440,40 ton menjadi 856,51 ton. Dalam Perda No. 2 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Perda No.4 Tahun 2012 tentang RTRW Kota Magelang 2011-2031, telah ditetapkan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) dengan luasan lahan sebesar 63 hektar. Sebagai tindak lanjutnya, upaya perlindungan lahan pertanian produktif perlu dilakukan dengan Peraturan Daerah Kota Magelang terkait Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah Kota Magelang perlu merumuskan kebijakan insentif bagi pemilik lahan, petani penggarap, dan/atau kelompok tani yang lahan sawahnya digunakan dan ditetapkan sebagai LP2B. 


Ketahanan Pangan

Berdasarkan RPJMD Kota Magelang Tahun 2021-2026, Kota Magelang tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri. Selain itu, dari hasil perhitungan Daya Dukung Pangan Beras (DDPb) tahun 2020 menunjukkan angka sebesar 0,093 (lebih kecil dari 1). Kondisi ini berarti hanya sekitar 0,093 kebutuhan penduduk akan beras di tahun 2020 yang bisa dipenuhi oleh Kota Magelang sendiri, atau terjadi defisit pangan (beras) sebesar -11.369,83 ton. Data Skor Pola Pangan Harapan Kota Magelang dari tahun 2016-2020 menunjukkan sedikit peningkatan. Skor pola pangan harapan merupakan indikator yang menunjukkan kualitas konsumsi pangan yang dipengaruhi oleh keragaman dan keseimbangan konsumsi antar kelompok pangan. PPH inilah yang digunakan untuk perencanaan konsumsi, kebutuhan dan penyediaan pangan yang ideal di suatu wilayah.


Tabel 1. Skor Pola Pangan Harapan Kota Magelang Tahun 2016-2020


Dengan banyaknya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian menjadikan berkurangnya produksi pertanian di Kota Magelang. Sehingga untuk memenuhi ketersediaan energi dan protein penduduk, masih bergantung pada daerah lain. Beberapa daerah yang memasok komoditas pangan ke Kota Magelang adalah Kabupaten Temanggung, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, serta daerah di Provinsi DIY. Sehingga bisa dikatakan bahwa terkait ketahanan pangan di Kota Magelang sampai saat ini belum terwujud.


Program Penguatan Ketahanan Pangan

Terdapat beberapa program pemerintah yang telah dijalanakan oleh Kota untuk memperkuat cadangan pangan yaitu dengan pembinaan dan pendampingan Kelompok Wanita Tani (KWT) melalui Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Jumlah KWT yang terbentuk hingga tahun 2020 sebanyak 17 kelompok. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan peran masyarakat, khususnya kaum wanita, dalam menggeluti dunia pertanian perkotaan sekaligus menjawab permasalahan krisis ruang terbuka hijau. KRPL mendorong masyarakat untuk memanfaatkan pekarangan di lingkungan untuk melakukan budidaya tanaman sayuran, peternakan dan perikanan.


Pola konsumsi pangan penduduk di Kota Magelang belum sesuai dengan anjuran untuk hidup sehat, aktif, dan produktif. Pangan yang dikonsumsi penduduk belum mengacu pada kaidah B2SA (beragam, bergizi seimbang, dan aman). Pola konsumsi pangan masih didominasi oleh padi-padian dan umbiumbian, sedangkan pangan hewani, dan kacang-kacangan masih harus ditingkatkan lagi konsumsinya. Selain itu, masih ditemukan adanya Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) tidak aman yang beredar di masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut Pemerintah Kota Magelang telah menempuh program pengembangan urban farming dengan memanfaatkan lahan sempit di lahan-lahan rumah tangga dengan berbasis budidaya organik. Urban farming di Kota Magelang perlu dilaksanakan secara terpadu dengan melibatkan budidaya pertanian, peternakan, maupun perikanan. 


Selain itu, perlu adanya sinergitas program pemerintah lainnya guna mendukung program pemerintah dalam hal ketahanan pangan. Pendirian Koperasi Merah Putih  sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, yang menjadi landasan program pemerintah untuk mempercepat pembangunan ekonomi desa melalui koperasi. Program ini diperkuat dengan dukungan regulasi lain seperti Surat Edaran Menteri Koperasi dan UKM Nomor 1 Tahun 2025 dan Surat Keputusan Menteri Koperasi Nomor 9 Tahun 2025, serta bertujuan untuk menguatkan swasembada pangan dan pemerataan ekonomi melalui usaha kolektif. Sinergitas program Koperasi Merah Putih ini membawa angin segar agar dapat mendukung meningkatnya produksi bahan pangan yang ada di Kota Magelang. Pembangunan Kopereasi Merah Putih di Kota Magelang dapat difokuskan juga untuk penyediaan bahan pertanian dan pendukung ekonomi masyarakat dalam pengembangan usaha pertanian. Dengan kekuatan dari berbagai sektor yang ada, ketahanan pangan dan pertumbuhan ekonomi akan berjalan maju dan selaras untuk Kota Magelang Sejahtera.